Stress adalah bentuk ketegangan dari
fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja
keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa
sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk
ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan
ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
Menurut Selye (Bell, 1996) stress
diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang
ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut
jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan
akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak
mampu untuk terus bertahan.
adi, stress dapat mempengaruhi
fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua efek yang
berbeda, bisa negatif ataupun positit, tergantung bagaimana kuatnya individu
tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu tersebut mempersepsikan
stress yang sedang dihadapinya.
Efek-efek Stress menurut Hans Selye
Menurut Hans Selye, ahli endokrinologi
terkenal di awal 1930 tidak semua jenis stres bersifat merugikan. Berikut
adalah beberapa efek dari stress:
1. Local
Adaptation Stres.
Local Adaptation Stress adalah
ketika tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat
ini contohnya seperti pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi cahaya, dan
masih banyak lagi. Responnya berlangsung dalam jangka yang sangat pendek.
Karakteristik dari LAS adalah respon yang terjadi hanya setempat dan tidak
melibatkan semua system, respon bersifat adaptif sehingga diperlukan stresor
untuk menstimulasinya, respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus,
dan respon bersifat restorative.
2. General
Adaptation Syndrome
General Adaptation Syndrome adalah
istilah penting dari Hans Selye yang ditemukan saat membahas tentang stress.
Menurutnya ketika organisme berhadapan dengan stressor, dia akan mendorong
dirinya sendiri untuk melakukan tindakan. Usaha ini diatur oleh kelenjar
adrenal yang menaikkan aktivitas sistem syaraf simpatetik. Reaksi fisiologis
tubuh terhadap perubahan-perubahan akibat stress itulah yang disebut sebagai
General Adaption Syndrome.
GAS terdiri dalam tiga fase :
a. Alarm reaction (reaksi
peringatan) pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor(perubahan) dengan
baik. Apabila ada rasa takut atau cemas atau khawatir tubuh akan mengeluarkan
adrenalin, hormon yang mempercepat katabolisme untuk menghasilkan energi untuk
persiapan menghadapi bahaya mengacam. Ditambah dengan denyut jantung bertambah
dan otot berkontraksi.
b. The stage of resistance (reaksi
pertahanan). Reaksi terhadap stressor sudah mencapai atau melampaui tahap
kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala-gejala psikis dan
somatis. Respon ini disebut juga coping mechanism. Coping berarti kegiatan
menghadapi masalah, misalnya kecewa diatasi dengan humor, rasa tidak senang
dihadapi dengan ramah dan sebagainya
c. Stage of exhaustion (reaksi
kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas. Gejala
psikosomatis antara lain gangguan penceranaan, mual, diare, gatal-gatal,
impotensi, exim, dan berbagai bentuk gangguan lainnya. Kadang muncul gangguan
tidak mau makan atau terlalu banyak makan.
Dan Hans Selye membagi stress
kedalam 3 tingkatan :
a. Eustress adalah respon stress
ringan yang menimbulkan rasa bahagia, senang, menantang, dan menggairahkan.
Dalam hal ini tekanan yang terjadi bersifat positif, misalnya lulus dari ujian,
atau kondisi menghadapi suatu perkawinan.
b. Distress merupakan respon stress
yang buruk dan menyakitkan sehingga tak mampu lagi diatasi
c. Optimal stress atau Neustress
adalah stress yang berada antara eustress dan distres, merupakan respon stress
yang menekan namun masih seimbang untuk menghadapi masalah dan memacu untuk
lebih bergairah, berprestasi, meningkatkan produktivitas kerja dan berani
bersaing.
Efek fisiologis dari stress menurut
Hans Selye
pada tubuh diawali dari nyeri
dada, insomnia atau susah tid, nyeri kepala ringan sampai sedang, hipertensi
atau tekanan darah tinggi dan menyebabkan nyeri tukak.
Faktor-faktor social dan individual
yang menjadi penyebab stress
a. Faktor sosial
Selain peristiwa penting, ternyata
tugas rutin sehari-hari juga berpengaruh terhadap kesehatan jiwa, seperti
kecemasan dan depresi. Dukungan sosial turut mempengaruhi reaksi seseorang
dalam menghadapi stres. Dukungan sosial mencakup dukungan emosional, seperti
rasa dikasihi dan disayangi. Lalu, dukungan nyata, seperti bantuan atau jasa.
Selanjutnya, dukungan informasi misalnya nasehat dan keterangan mengenai
masalah tertentu.
b. Faktor
Individual
Biasanya seseorang menjumpai stresor
atau penyebab stress didalam lingkungannya. Nah, ada dua karakteristik pada
stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu. Yang pertama
adaah berapa lamanya (duration) seseorang harus menghadapi stressor. Dan yang
kedua adalah seberapa terduganya stresor itu (predictability).
Pendekatan problem solving terhadap
stress
Strategi coping yang spontan
menghadapi stress :
1. Menghilangkan
stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah
Menurut Lazarus penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk,
yaitu :
a. Coping yang berfokus pada masalah
(problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk
penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi
masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
b. Coping yang berfokus pada emosi
(problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres
dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional,
terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
2. Strategi
penanganan stres dengan mendekat dan menghindar:
a. strategi
mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab
stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi
penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung
b. strategi
menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau
meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku,
untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress
3. Berpikir
positif dan self-efficacy
Menurut Bandura self-efficacy adalah
sikap optimis yang memberikan perasaan dapat mengendalikan lingkungannya
sendiri. Menurut model realitas kenyataan dan khayalan diri yang dikemukan oleh
Baumeister, individu dengan penyesuaian diri yang terbaik seringkali memiliki
khayalan tentang diri mereka sendiri yang sedikit di atas rata-rata. Memiliki
pendapat yang terlalu dibesar-besarkan mengenai diri sendiri atau berpikir
terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat mengakibatkan konsekuensi yang
negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala sesuatu dengan terlalu cermat
dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara keseluruhan, dalam kebanyakan
situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan atau khayalan yang sedikit di
atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif .
4. Sistem dukungan
Menurut East, Gottlieb, O’Brien,
Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar, keterikatan yang dekat dan positif
dengan orang lain terutama dengan keluarga dan teman secara konsisten ditemukan
sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.
sumber:
Rochman, K.L. 2010. Kesehatan
Mental. Purwokerto. Fajar Media Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar